Kamis, 23 April 2009

PONARI IS THE NEXT INUL? MAY BE, …..

Written by Syofian Hadi

“Tanganku masih sakit lho gara-gara tabrakan Januari lalu, padahal sudah berkali-kali diurut”, ujarku. Seorang teman sambil bercanda menjawab, “Kamu juga sih ke dokter gak mau, ya udah ke Ponari aja sana!”.

Astaghfirulloh, teman saya kemarin pagi pasti hanya bercanda karena kesal dengan saya yang tak kunjung berobat ke dokter. Memang salah saya, karena dari kecil kalau mengenai patah tulang atau keseleo seperti ini saya biasanya tidak pernah berobat ke dokter, tapi diurut oleh tukang urut di kampung. Tukang urut di kampung saya tidak pernah menawarkan minum “ini dan itu” yang tidak masuk akal atau dijampi-jampi. Ada tukang urut yang karena pengalamannya benar-benar faham mengenai posisi tulang dan pengobatannya, biasanya saat proses pengurutan hanya ditambah dengan minyak urut atau beras kencur. Tapi di kota tempat saya tinggal sekarang susah cari tukang urut yang ‘sepakar’ dan sealami tukang urut di kampung saya. Tapi, sebaiknya saya memang harus ke dokter dalam waktu dekat ini.

Dan yang membuat saya ingin menulis kali ini adalah saya agak terkejut dengan nama ‘PONARI’. Bukan karena saya berminat atau karena saya kecewa dengan teman saya, karena saya yakin sekali dia hanya bercanda. Tetapi karena belakangan saya sudah jarang sekali mendengar nama itu, baik di media cetak maupun di televisi. Januari – Februari lalu Ponari begitu tenar sekali bak selebritis top yang selalu mengisi dunia entertainment sekaligus infotainment. Lalu Maret – April ini saya sudah jarang sekali mendengar namanya. Apa karena kalah dengan berita Situ Gintung, pemilu, partai yang sibuk koalisi, para caleg kalah yang stress, dan lain-lain?. Bukan berarti saya kangen atau ingin mengangkat berita Ponari kembali. Saya hanya bertanya-tanya, apakah karena bak selebritis tadi ada masanya juga Ponari turun pamor? Masih teringat di benak saya dulu fenomena Inul Daratista dari yang tiba-tiba muncul dengan goyang ‘ngebor’nya yang membuatnya mendadak ‘ngetop’ seolah-olah tidak akan pernah turun. Sekian milyar dikantongi secara instant. Banyak pro dan kontra di sana sini, mulai dari Raja Dangdut Rhoma Irama, Habib Rizieq, Gus Dur, LSM-LSM, Ormas-Ormas, dan lain-lain. Tapi faktanya, tidak perlu menunggu lama, Inul akhirnya capek juga ‘ngebor’ dan ke’ngetop’annya pun tidak berlangsung lama.

Nah, apakah kurang terdengarnya berita Ponari bulan April ini karena Ponari bernasib sama dengan apa yang dialami Inul? Apakah ini pertanda Ponari sudah tidak ‘exsist’ lagi? May be Yes, May be No. Kalau Inul sampai sekarang ini masih ‘exsist’ tapi tidak se’ngetop’ dulu, mungkin Ponari juga sekarang masih melayani ‘pasien’nya tapi tidak seheboh di awal kemunculannya beberapa waktu lalu yang saat itu telah menghipnotis ribuan orang dari berbagai daerah di pelosok tanah air untuk rela antri selama berhari-hari demi mendapatkan seteguk air putih yang sebelumnya dicelup batu yang digenggam siswa Kelas III SD Negeri Balongsari, anak semata wayang hasil pernikahan Kasemin (42) dan Mukaromah (28) itu. Tak peduli, apakah air celupan batu itu higienis atau tidak.

Menurut berita yang saya dapatkan, fenomena ‘Ngebor’ Inul ini berakhir dikarenakan beberapa hal, seperti masyarakat yang bosan dengan Inul, suara Inul yang pas-pasan, kalah saingnya Inul dengan pendatang baru yang memiliki beraneka goyang yang ‘aneh’, tingginya harga ‘manggung’ Inul, pencekalan dan gerakan ‘Anti-Inul’ yang dilakukan masyarakat, para tokoh agama, tokoh masyarakat, pengamat sosial, pengamat pendidikan, ormas-ormas, dan lain-lain. Akhirnya masyarakat pun sadar. Bagaimana dengan Ponari? Di awal kemunculannya, Ponari, anak kecil yang dianggap memiliki kesaktian ini, memberikan pengobatan kepada pasiennya hanya dengan membayar Rp.1000 saja. Pengobatan tanpa komersialisasi ini tampaknya yang membuat dia melesat naik daun. Tetapi belakangan terdengar kabar, tidak hebohnya lagi Ponari sekarang adalah dikarenakan masyarakat yang mulai sadar, baik dikarenakan kesadaran dari sisi medis maupun agama, seperti yang saya kutip dari INILAH.COM - “INILAH.COM, Surabaya - Fenomeno dukun cilik yang menghebohkan warga Jombang dan sekitarnya mendapat reaksi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim. Menurut MUI pengobatan dengan metode batu celup seperti itu sudah keluar dari kaidah agama. Apalagi, sampai menimbulkan korban meninggal dunia". Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap Ponari mulai turun karena tidak semua yang meminum air celupan batu Ponari itu sembuh, walau beberapa masyarakat hingga kini masih penasaran akan air celupan batu yang dimiliki Ponari tersebut.

Saya mengutip pernyataan Pengamat sosial dan kebudayaan Universitas Darul 'Ulum (Undar) Jombang, Prof. Dr. Tadjoer Ridjal, M.Pd. yang mengatakan bahwa fenomena dukun cilik, Ponari, akan hilang dengan sendirinya, dalam waktu yang tidak terlalu lama."Fenomena seperti ini tidak akan berlangsung lama karena akan hilang dengan sendirinya. Mengenai kapan itu akan terjadi, tergantung situasi dan kondisi masyarakat,".
Saya setuju sekali, fenomena Ponari ini tidak akan berlangsung sama, bisa kita lihat dari fenomena Inul contohnya, walau mungkin Inul dan Ponari bukan dua variable yang tepat untuk dikorelasikan. Di sini saya hanya memandang dari sisi kemunculan yang mendadak dengan sedikit ‘ketidakwajaran’ dan perlahan menghilang. Menurut saya, yang akan terus eksist adalah orang yang muncul dengan prestasi dan usaha keras. Tapi, seperti lagu Peter Pan; Tak Ada Yang Abadi. Betul, hanya Alloh SWT yang kekal abadi.

4 komentar:

  1. Ponari, NO! Ponaryo, YES!!! Hidup Persija!!

    BalasHapus
  2. Ponari, NO! Ponaryo, YES!!! Hidup Persija!!

    BalasHapus
  3. To Asep.
    Ponario sopo yo?
    hehehe.. ene' ene' wae...
    Yup 'tul tuh, ponario jelas eksis karna bolanya!
    matur nuwon yo pak...

    BalasHapus
  4. Thanx alot to all friends and visitor who have followed and voted the polling. 96% voters do not believe that Ponari will exist until the end of 2009. juz w8 'n c!!

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda. Tolong tinggalkan alamat e-mail, blog atau website Anda.