Senin, 08 Juni 2009

Latah! Eh, Latah!

Written by Syofian Hadi

Dorr..dor..dor..ee..e.dor..dor..ee..!
Itulah teriakan latah Sanae, mahasiswa Fakultas Kedokteran Malahayati, ketika dikejutkan oleh salah seorang temannya. Dorr!!
“Sanae Lompat!”, teriak salah satu temannya. Sanae pun spontan langsung lompat-lompat seolah-olah terhipnotis oleh ucapan temannya tersebut.

Apa sih Latah itu?
Menurut wikipedia, latah merupakan suatu gejala psikologis yang hanya dikenal pada sistem budaya tertentu. Latah tidak bisa dianggap kebiasaan sepele yang tak ada kaitannya dengan penyakit. Latah berhubungan erat dengan dimensi gangguan jiwa, fungsi syaraf, psikologis dan sosial.

Secara geografis, kawasan Asia Tenggara berada pada peringkat pertama dengan jumlah penderita latah terbanyak. Selain Indonesia, penderita latah juga ditemukan pada beberapa suku di Jepang dan Prancis.

Walaupun tidak sepenuhnya tepat, disinyalir bahwa penyakit ini tumbuh dan berkembang di masyarakat yang menerapkan budaya otoriter dan penderitanya biasanya orang tua, perempuan, berpendidikan rendah dan berada pada kelas ekonomi bawah. Jadi dapat disimpulkan bahwa latah adalah gejala psikologis untuk kaum proletar, berbeda dengan “penyakit elit” yang biasanya diidap kaum borjuis seperti kanker, serangan jantung atau gangguan hati.

Ada dua jenis latah yang dikenal, latah tindakan dan latah verbal.


Latah verbal, menurut wikipedia dibedakan menjadi 2 jenis.
Echolalia, ketika kaget penderita mengulang perkataan lawan bicara tanpa mengubah konteks kata/kalimat. Berasal dari kata Yunani, “Echo” yang mempunyai arti “mengulang”.

Coprolalia, ketika kaget penderita merespon dengan mengeluarkan sumpah serapah atau kata-kata tak senonoh. Berasal dari sebuah kata Yunani, “Coprol” yang mempunyai arti “feces/kotoran”.

Dari sebuah referensi, latah jenis Coprolalia adalah pembuktian dari teori Sigmund Freud (bapak psikologi modern), yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk dengan instink kebinatangan. Perubahan emosi secara tiba-tiba, bisa menjadi trigger dan impulse untuk membangunkan instink tersebut.

Latah tindakan, dibedakan menjadi 2 jenis. yaitu Ekopraksia meniru gerakan orang lain dan Automatic Obedience (melaksanakan perintah secara spontan pada saat terkejut). Misalnya, ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti “sujud” atau “peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.

Latah disebabkan oleh beberapa hal. Beberapa teori menyebutkan:
Teori pemberontakan, karena ada dorongan yang tidak terkendali untuk melakukan sesuatu. Masa lalu yang selalu dikungkung dan dilarang juga bisa dimasukkan kategori ini.
Teori kecemasan, adanya tokoh otoriter di balik layar. Dominasi tokoh yang dekat secara psikologi, tidak harus dalam lingkungan keluarga, bisa menjadi penyebab latah.
Teori pengkondisian, dalam bahasa sederhana disebut ikut-ikutan (trend-follower). Sebagai aktualisasi untuk mencari perhatian dari lingkungannya.

That’s what I got from http://riky.kurniawan.us/idea/latah/

Tapi, orang Indonesia ‘kan dari dulu memang suka latah. Ada yang latah sama bahasa anak-anak gaul; ‘sumpe loe’, ‘ya..iya lah..masa ya..iya..donk’, langsung latah ikut-ikutan menjadikannya sebagai bahasa sehari-hari. Ada yang latah sama mode; muncul model pakaian, gaya rambut, atau gaya-gaya lainnya dari luar negeri, langsung latah ikut-ikutan. Ada yang latah sama barang teknologi baru; BlackBerry lagi ‘in’, langsung juga latah buat beli dan harus punya. Ada yang latah sama orang-orang yang punya kursi di DPR; rame-rame latah pada jadi caleg, it’s okay sich asal pas gagal gak ikut-ikutan latah stress, hehehe..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda. Tolong tinggalkan alamat e-mail, blog atau website Anda.