NYUNYU menyimpulkan, ada 4 tipe Guru yang sangat dicintai muridnya. 1. Guru Pelupa Guru yang satu ini terkadang masih suka memberikan tugas atau PR,�namun begitu pertemuan berikutnya di kelas, beliau lupa akan tugas yang diberikannya. 2. Guru pandai mendongeng Guru yang ini lebih dicintai sama murid-muridnya ketimbang Guru Pelupa. Karena Guru yang ini biasanya berhenti mengajar di tengah-tengah pelajaran, berdiri terdiam, menghadap ke langit-langit kelas, tersenyum dan kemudian berkata "Bapak jadi inget, dulu waktu bapak sekolah......." *dongeng pun dimulai* dan tanpa terasa.. 3. Guru sayang papan tulis Guru model begini biasanya mengajar pelajaran eksak seperti matematika, fisika ataupun kimia. Karena begitu banyak rumus dan cara yang harus di tulis di papan tulis, sang guru terlihat sibuk sendiri menatap papan tulis dan menjelaskan satu-persatu rumus-rumus njelimet itu ke....... papan tulis. bukan kearah murid. Dengan begitu para murid dapat bebas melakukan aktivitas `belajar` lainnya sambil melihat sang guru yang asyik berbicara dengan papan tulis. 4. Guru tidak datang. *MISSION ACCOMPLISHED*
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.
Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana.
Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?” “Dari Indonesia,” jawab saya.Dia pun tersenyum.
Budaya Menghukum
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat. “Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,”lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai.Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!” Dia pun
melanjutkan argumentasinya.
“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman
drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafikgrafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah
ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.
Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.
Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu
menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.” Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia
pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
Melahirkan Kehebatan
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan
semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.
Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau
ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*)
Taken by Syofian Hadi from “Detik-detik UN SMA/MA” Intan Pariwara
Pasal-Pasal Penting dalam Permendiknas Nomor 75 Tahun 2009
Permendiknas Nomor 75 Tahun 2009, memuat informasi yang sangat berharga berkaitan dengan UN 2010. Informasi tersebut sangat berguna bagi Anda sebagai bekal awal menghadapi UN 2010.
Berikut ini pasal-pasal penting dalam Permendiknas Nomor 75 Tahun 2009 berkaitan dengan UN 2010.
Mengapa UN sangat penting?
Pasal 3
Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Bagaimana jika Anda tidak dapat mengikuti UN karena alasan tertentu?
Pasal 4
(4) Peserta didik yang karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti UN utama dapat mengikuti UN susulan.
Mata pelajaran apa saja yang diujikan dalam UN 2010?
Pasal 7
Mata pelajaran yang diujikan pada UN:
(1)Mata pelajaran UN SMA/MA Program IPA, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi;
(2)Mata pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi;
(3)Mata pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/Antropologi, dan Sastra Indonesia;
(4)Mata pelajaran UN MA Program Keagamaan, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Tafsir, Hadis, dan Fikih;
Bagaimana teknis dalam pembuatan soal-soal UN 2010?
Pasal 9
(1)Kisi-kisi soal UN disusun berdasarkan SKL UN Tahun Pelajaran 2009/2010
(2)Kisi-kisi soal UN Tahun Pelajaran 2009/2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
(3)Soal UN disusun dan dirakit berdasarkan kisi-kisi soal UN Tahun Pelajaran 2009/2010.
(4)Soal UN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dan dikelola oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Balitbang Depdiknas di bawah koordinasi BSNP.
(5)Soal UN ditelaah oleh guru, dosen, dan Puspendik di bawah koordinasi BSNP.
(6)Soal UN ditetapkan oleh BSNP.
Bagaimana teknis pelaksanaan UN?
Pasal 14
(1)Peserta UN SMA/MA mengikuti ujian di satuan pendidikan lain sesuai ketentuan yang diatur dalam POS.
(2)Peserta ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam satu ruangan terdiri atas peserta ujian dari beberapa sekolah/madrasah dalam satu kecamatan dan/atau kabupaten/kota.
Bagaimana agar tidak terjadi kecurangan dalam UN 2010?
Pasal 17
Pelaksanaan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK di setiap provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah dipantau oleh tim pemantau independent (TPI).
Apa akibatnya jika terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan UN?
Pasal 23
(2)Perorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan dalam penyelenggaraan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Peserta didik yang terbukti melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK dinyatakan tidak lulus.
Nah dengan mengetahui hal-hal di atas, setidaknya Anda punya sedikit gambaran tentang UN yang akan Anda hadapi tahun 2010 ini. Selamat berjuang!