(Syofian Hadi copied this article from http://doktermuslim.wordpress.com/2010/02/06/salafus-sholeh-memperingatkan-bahaya-debat/)
Salafus Sholeh Memperingatkan Bahaya Debat
Oleh : Agus Hasan Bashori, Lc., M.ag. Hafizhahullah
1. Nabi Sulaiman ‘alaihissalam
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada putranya:
“Tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” [Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897]
2. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Cukuplah engkau sebagai orang zhalim bila engkau selalu mendebat. Dan cukuplah dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara dengan selain dzikir kepada Allah.” [al-Fakihi dalam Akhbar Makkah]
Sementara ad-Darimi meriwayatkan bahwa Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Engkau tidak menjadi alim sehingga engkau belajar, dan engkau tidak disebut mengerti ilmu sampai engkau mengamalkannya. Cukuplah dosamu bila kamu selalu mendebat, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu menentang. Cukuplah dustamu bila kamu selalu berbicara bukan dalam dzikir tentang Allah.” [Darimi: 299]
3. Muslim Ibn Yasar rahimahullah
Musim ibn Yasar rahimahullah berkata:
“Jauhilah perdebatan, karena ia adalah saat bodohnya seorang alim, di dalamnya setan menginginkan ketergelincirannya.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra; Darimi: 404]
4. Hasan Bashri rahimahullah
Ada orang datang kepada Hasan Bashri rahimahullah lalu berkata, “Wahai Abu Sa’id kemarilah, agar aku bisa mendebatmu dalam agama!” Maka Hasan Bashri rahimahullah berkata:
“Adapun aku maka aku telah memahami agamaku, jika engkau telah menyesatkan (menyia-nyiakan) agamamu maka carilah.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 588]
5. Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah
Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah berkata:
“Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka ia akan banyak berpindah-pindah (agama).” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 565]
6. Abdul Karim al-Jazari rahimahulah
Abdul Karim al-Jazari rahimahulah berkata:
“Seorang yang wira’i tidak akan pernah mendebat sama sekali.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 636; Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
Wira’i artinya orang yang sangat menjaga diri dari hal-hal yang syubhat dan membatasi diri dari yang mubah.
7. Ja’far ibn Muhammad rahimahullah
Ja’far ibn Muhammad rahimahullah berkata:
“Jauhilah oleh kalian pertengkaran dalam agama, karena ia menyibukkan (mengacaukan) hati dan mewariskan kemunafikan.” [Baihaqi dalam Syu’ab: 8249]
8. Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah
Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah berkata:
“Dulu dikatakan: pertikaian dalam agama itu melebur amal.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 562]
9. al Auza’i rahimahullah
al Auza’i rahimahullah berkata:
“Jika Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum maka Allah menetapkan jidal pada diri mereka dan menghalangi mereka dari amal.” [Siyar al-A’lam 16/104; Tadzkiratul Huffazh: 3/924; Tarikh Dimsyq: 35/202]
10. Imran al-Qashir rahimahullah
Imran al-Qashir rahimahullah berkata:
“Jauhi oleh kalian perdebatan dan permusuhan, jauhi oleh kalian orang-orang yang mengatakan: Bagaimana menurutmu, bagaimana pendapatmu.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 639]
11. Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah
Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah berkata:
“Pertikaian itu menghapuskan agama dan menumbuhkan permusuhan di hati orang-orang.” [al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
12. Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah
Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah berkata:
Dikatakan kepada Abdullah ibn al Hasan ibn al Husain rahjmahullah, “Apa pendapatmu tentang perdebatan (mira’)?” Dia menjawab:
“Merusak persahabatan yang lama dan mengurai ikatan yang kuat. Minimal ia akan menjadi sarana untuk menang-menangan itu adalah sebab pemutus talit silaturrahim yang paling kuat.” [Tarikh Dimasyq: 27-380]
13. Bilal ibn Sa’d rahimahullah (kedudukannya di Syam sama dengan Hasan Bashri di Bashrah)
Bilal ibn Sa’d rahimahullah berkata:
“Jika kamu melihat seseorang terus-terusan menentang dan mendebat maka sempurnalah kerugiannya.” [al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
14. Wahab ibnu Munabbih rahimahullah
Wahab ibnu Munabbih rahimahullah berkata:
“Tinggalkanlah jidal dari perkaramu, karena ia tidak akan dapat mengalahkan salah satu dari dua orang: seseorang yang lebih alim darimu, bagaimana engkau memusuhi dan mendebat orang yang lebih alim darimu? Dan orang yang engkau lebih alim daripadanya, bagaimana engkau memusuhi orang yang engkau lebih alim daripadanya dan ia tidak mentaatimu? Maka tinggalkanlah itu.” [Tahdzibul Kamal: 31/148; Siyarul A’lam: 4/549; Tarikh Dimasyq: 63/388]
15. Malik ibnu Anas rahimahullah
Ma’n rahimahullah berkata: “Pada suatu hari Imam Malik ibn Anas berangkat ke masjid sambil berpegangan pada tangan saya, lalu beliau dikejar oleh seseorang yang dipanggil dengan Abu al-Juwairah yang dituduh memiliki Aqidah Murji’ah. dia berkata: “Wahai Abu Abdillah dengarkanlah dariku sesuatu yang ingin saya kabarkan kepada anda, saya ingin mendebat anda dan memberi tahu anda tentang pendapatku.’ Imam Malik berkata, “Hati-hati, jangan sampai aku bersaksi atasmu.” Dia berkata, “Demi Allah, saya tidak menginginkan kecuali kebenaran. Dengarlah, jika memang benar maka ucapkan.” Imam Malik bertanya, “Jika engkau mengalahkan aku?” Dia menjawab, “Maka ikutlah aku!” Imam Malik bertanya lagi, “Kalau aku mengalahkanmu?” Dia menjawab, “Aku mengikutimu?” Imam Malik bertanya, “Jika datang orang ketiga lalu kita ajak bicara dan kita dikalahkannya?” Dia berkata, “Ya kita ikuti dia.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Hai Abdullah, Allah azza wa jalla telah mengutus Muhammad dengan satu agama, aku lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz telah berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
”Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang hamba.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian.”
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki ilmu sunnah, apakah ia boleh berdebat membela sunnah? Dia menjawab,”Tidak, tetapi cukup memberitahukan tentang sunnah.” (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi Iyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106; al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
16. Muhammad ibn Idris as-Syafi’I rahimahullah
Imam as-Syafi’I rahimahullah berkata:
“Percekcokan dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang sangat.” [Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]
17. Ahmad bin Hambal rahimahullah
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang, “Saya ada di sebuah majelis lalu disebutlah didalamnya sunnah yang tidak diketahui kecuali oleh saya, apakah saya mengatakan?”
Dia menjawab:“Beritakanlah sunnah itu, dan janganlah mendebat karenanya!”
Orang itu mengulangi pertanyaannya, maka Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Aku tidak melihatmu kecuali seorang yang mendebat.” [al-Adab as-Syar’iyyah: 1/358, dalam bab menyebar sunnah dengan ucapan dan perbuatan tanpa perdebatan dan kekerasan; al-Bashirah fid-Da’wah Ilallah: 57]
18. Shafwan ibn Muhammad al-Mazini rahimahullah
Saat Shafwan rahimahullah melihat para pemuda berdebat di Masjid Jami’ maka ia mengibaskan tangannya sambil berkata:
“Kalian adalah jarab, kalian adalah jarab (sejenis penyakit kulit).” [Ibnu Battah: 597]
Dahulu dikatakan:
“Janganlah engkau mendebat orang yang santun dan orang yang bodoh; orang yang santun mengalahkanmu, sedang orang yang bodoh menyakitimu.” [Al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]
“Ya Allah jauhkanlah kami dari jidal, dan anugerahkan pada kami istiqomah. Janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah engkau memberi hidayah pada kami.”
Sumber: Diketik ulang dari Majalah Qiblati Edisi 03 Tahun IV (12-1429/12-2008) hal.16-20
Link Terkait:
1. http://belajarislam.or.id
2. http://www.almanhaj.or.id
3. http://www.asysyariah.com/
diambil dari : http://alqiyamah.wordpress.com
"Happiness is to be shared. As we never know the moment when we exactly get our happiness, just share our today’s happiness!”
Jumat, 03 September 2010
Kamis, 26 Agustus 2010
Perbedaan trademark™, copyright© dan registered trademark®
Copied by Syofian Hadi from http://archive.kaskus.us/thread/4178186

Hak Paten
®Registered Trademark

Dipakai sebagai pemberitahuan merek dagang dari sebuah produk ataupun jasa komersial yang sudah terdaftar di Kantor Paten Nasional. Hak eksklusif dari sebuah merek dagang terdaftar akan terus dimiliki sepanjang merek dagang itu di-register ulang oleh pemiliknya secara rutin (biasanya tiap 5 tahun). Jadi simbol ini disematkan apabila merek dagang sudah terdaftar secara resmi.
Untuk merek yang sudah terdaftar secara lokal untuk dapat diakui secara internasional maka harus di daftarkan di negara-negara lain hal ini dimaksudkan agar merek tersebut juga mendapat perlindungan hukum di negara yang bersangkutan, begitu juga sebaliknya untuk merek internasional sebaiknya di daftarkan juga di Indonesia. Untuk di Indonesia di daftarkan di Direktorat Hak Kekayaan Intelektual di bawah Departemen Hukum dan HAM sedangkan di luar negeri tergantung di departmen yang berkaitan misal kalau di US itu dibawah Department of Commerce.
™Trademark

Digunakan sebagai pemberitahuan merek dagang dari sebuah produk atau jasa komersial yang belum terdaftar di Kantor Paten Nasional namun prosesnya sudah di setujui.
Istilahnya proses pembuatan suatu produk kita sudah disetujui menggunakan proses seperti ini, namun produk yg kita hasilkan belum secara resmi terdaftar. Simbol trademark bisa disematkan apabila proses kita di setujui.
Copyright©

Hak cipta (lambang internasional: ©) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Simbol ini digunakan sebagai pemberitahuan hak cipta atas semua hasil kerja kreatif (sastra, artistik, dll) yang diatur oleh Universal Copyright Law. Durasinya bervariasi di tiap negara namun biasanya hingga seumur hidup si pencipta + 70 tahun. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hak Paten
Quote:
Paten adalah hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi (dapat berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi), untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
-dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
-dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
-dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten;
-dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
®Registered Trademark
Quote:
Dipakai sebagai pemberitahuan merek dagang dari sebuah produk ataupun jasa komersial yang sudah terdaftar di Kantor Paten Nasional. Hak eksklusif dari sebuah merek dagang terdaftar akan terus dimiliki sepanjang merek dagang itu di-register ulang oleh pemiliknya secara rutin (biasanya tiap 5 tahun). Jadi simbol ini disematkan apabila merek dagang sudah terdaftar secara resmi.
Untuk merek yang sudah terdaftar secara lokal untuk dapat diakui secara internasional maka harus di daftarkan di negara-negara lain hal ini dimaksudkan agar merek tersebut juga mendapat perlindungan hukum di negara yang bersangkutan, begitu juga sebaliknya untuk merek internasional sebaiknya di daftarkan juga di Indonesia. Untuk di Indonesia di daftarkan di Direktorat Hak Kekayaan Intelektual di bawah Departemen Hukum dan HAM sedangkan di luar negeri tergantung di departmen yang berkaitan misal kalau di US itu dibawah Department of Commerce.
™Trademark
Quote:
Digunakan sebagai pemberitahuan merek dagang dari sebuah produk atau jasa komersial yang belum terdaftar di Kantor Paten Nasional namun prosesnya sudah di setujui.
Istilahnya proses pembuatan suatu produk kita sudah disetujui menggunakan proses seperti ini, namun produk yg kita hasilkan belum secara resmi terdaftar. Simbol trademark bisa disematkan apabila proses kita di setujui.
Copyright©
Quote:
Hak cipta (lambang internasional: ©) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Simbol ini digunakan sebagai pemberitahuan hak cipta atas semua hasil kerja kreatif (sastra, artistik, dll) yang diatur oleh Universal Copyright Law. Durasinya bervariasi di tiap negara namun biasanya hingga seumur hidup si pencipta + 70 tahun. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Jumat, 13 Agustus 2010
Agen Perubahan Terbaru dari SMA Negeri 1 Bukit Kemuning
Ditulis oleh Syofian Hadi
(ada permintaan untuk menampilkan dalam versi Bahasa Indonesia :-) )
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh (manusia) kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Alloh ….”
(Q.S. Ali ‘Imraan : 110)
Assalamu’alaikum warohmatulloh wa barokatuh..
Alhamdulillah, atas nama FARIS –Forum Alumni Rohis– SMA Negeri 1 Bukit Kemuning, kami mengucapkan selamat kepada Alumni SMA Negeri 1 Bukit Kemuning tahun 2010 yang telah berhasil lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri. Dan mereka adalah:
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Dede Haryanto : Fakultas Kedokteran Hewan
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)
Meidian Sulistio : Kepabeanan dan Cukai
Universitas Sriwijaya (Unsri)
Mey Melisa : FKIP, Pend. Kimia
Yuli Ravita : FMIPA, Matematika
Universitas Lampung (Unila)
Nidia Oktarisa : FKIP, Pend. Bahasa Indonesia
Imas Setiana Esti Galih : FKIP, Pend. Fisika
Yuda Fransetya : FKIP, Pend. Kimia
Noviana Laksmi : FKIP, Pend. Matematika
Jefriansyah : Fakultas Hukum
Janjan Alkombet : Fakultas Hukum
Lutfi Yulian Saputra : Fakultas Hukum
Taufik Mahfut : FP, Agroekoteknologi
Aulia Dwi Safitri : FP, Agroekoteknologi
Yulia Purbasari : FISISP, Ilmu Administrasi Negara
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung
Ibnu Anwardani : Fakultas Tarbiyah, Pend. Matematika
Nurfitriana : Fakultas Tarbiyah, Pend. Matematika
Susilowati : Fakultas Tarbiyah, Pend. Matematika
Handayani : Fakultas Tarbiyah, Pend. Fisika
Bagi alumni yang berjuang di perguruan tinggi non-negeri; kalian tetaplah yang terbaik! Menjadi agen perubahan bangsa tidak selalu harus ditempuh di perguruan tinggi. Alloh menguji kalian untuk berjuang di tempat yang berbeda. Kita harus tetap bersyukur.
Selamat datang di dunia baru yang penuh tantangan ini, lakukan yang terbaik, buatlah orang-orang di sekitar kalian ‘ternganga-nganga’ kembali dengan prestasi-prestasi kalian, jadilah orang penuh inspirasi. Tidak mudah, namun tidak pula begitu sulit, kuncinya adalah tetaplah istiqomah untuk berjuang di jalan Alloh. Tetap jalin silaturahim, semoga sukses. Allohuakbar!!
(NB: Kami mohon maaf jika terdapat kesalahan dalm penulisan nama dan jurusan dan kami juga memohon maaf bagi adik-adik yang namanya belum tercantum di sini karena keterbatasan data yang kami terima. Oleh karena itu, silakan e-mail kami untuk data dan informasi terbaru. Terima kasih.)
The New Agent of Change from SMA Negeri 1 Bukit Kemuning
-->
Written by Syofian Hadi
“You are the best of peoples, evolved for mankind, enjoining what is right
forbidding what is wrong, and believing in Allah ….”
(Q.S. Ali ‘Imraan : 110)
Assalamu’alaikum warohmatulloh wa barokatuh..
Alhamdulillah, on behalf of Islamic Students Alumni Forum of State Senior High School 1 Bukit Kemuning, North Lampung (FARIS –Forum Alumni Rohis– SMA Negeri 1 Bukit Kemuning), we would like to congratulate on Alumni of SMA Negeri 1 Bukit Kemuning 2010 –the rising generation– who have successfully passed the Entrance Test to the State University. And those great names are:
Bogor Institute of Agriculture
Dede Haryanto : Faculty of Veterinary
School of Public Accountancy
Meidian Sulistio : Custom Duties and Excise Tax
Sriwijaya University
Mey Melisa : Faculty of Teacher Training and Education, Chemistry
Yuli Ravita : Faculty of Mathematical and Natural Sciences, Mathematics
University of Lampung
Nidia Oktarisa : Faculty of Teacher Training and Education, Bahasa Indonesia
Imas Setiana Esti Galih : Faculty of Teacher Training and Education, Physics
Yuda Fransetya : Faculty of Teacher Training and Education, Chemistry
Noviana Laksmi : Faculty of Teacher Training and Education, Mathematics
Jefriansyah : Faculty of Law
Janjan Alkombet : Faculty of Law
Lutfi Yulian Saputra : Faculty of Law
Taufik Mahfut : Faculty of Agriculture, Agro-eco-technology
Aulia Dwi Safitri : Faculty of Agriculture, Agro-eco-technology
Yulia Purbasari : Faculty of Social and Political Science, Public Administration
State Islamic Studies Institute of Raden Intan Lampung
Ibnu Anwardani : Faculty of Tarbiyah, Mathematics
Nurfitriana : Faculty of Tarbiyah, Mathematics
Susilowati : Faculty of Tarbiyah, Mathematics
Handayani : Faculty of Tarbiyah, Physics
To the other Alumni struggling in private universities; you are great too, guys!! Being agent of challenge for the nation mustn’t be in the state universities. Alloh challenges you to fight on the different place. We must be grateful.
Finally, welcome to the next challenging world, do your best, make all the people around you ‘ternganga-nganga’ again with your achievements, be inspiring person. It’s not easy but it’s not too hard, the key is keep istiqomah to run on Allah’s way. Keep in touch, Good Luck. Allohuakbar!!
(PS: We do apologize for mistyping of the names and majors above and do apologize to those, whose names haven’t been typed here, therefore, please help us to update the data and information, via e-mail. Thank you. )
Selasa, 03 Agustus 2010
Yvonne Ridley, Mualaf yang berbicara tentang Khilafah, Syariat & Jihad
Yvonne Ridley, wartawati-feminis Inggris, yang menjadi mualaf setelah ditawan Taliban, dan kini menjadi pembela Islam di Inggris. Berikut ini adalah ceramah Yvonne Ridley beberapa tahun lalu di Global Peace & Unity Conference, London, tepatnya pada tanggal 30 November 2006. Mudah-mudahan bisa jadi informasi bagi saudara-saudara yang belum mengetahui sebelumnya.
Awalnya saya ingin mempersembahkan pidato saya di Global Peace and Unity Conference ini kepada Imam Anwar Al-Awlaki-seorang ulama terkemuka dan dihormati di komunitas Muslim berbahasa Inggris – yang ditahan di Yaman dua bulan yang lalu. Namun, saya juga harus berterima kasih kepada saudara Fahad Ansari dari Islamic Human Rights Commussion, penulis artikel “God Save The Deen”, yang menginsoirasi saya menulis ceramah ini. Sebagian besar isi ceramah ini terinspirasi oleh tulisannya itu.
Keislaman saya masih amat belia, karena saya baru menjadi muslimah pada 2003 – dan meskipun masih banyak yang harus saya pelajari, saya dapat merasakan frustasi yang dirasakan umat muslim pada saat ini. Saya tahu serangan 11 September berdampak luar biasa besar pada dunia, tapi itu bukan suatu awal … itu adalah kelanjutan dari warisan imperalisme AS dan ketakutannya terhadap Islam.
Sekitar 10 tahun yang lalu, para pemuda Muslim dari berbagai belahan dunia membanjiri Bosnia untuk membantu saudara-saudara merekan berjuang mempertahankan diri menghadapi Serbia yang melancarkan genosida, sementara dunia hanya berdiam diri menontonnya. Jihad menyatukan Muslim dari segala kebangsaan, status, dan kultur. Semua disatukan, bahkan mereka yang tidak bisa berangkat untuk berperang berusaha mengulurkan bantuan dalam berbagai bentuk lain seperti penggalangan dana, penyelenggaraan acara penyadaran masyarakat, dan demonstrasi.
Hasilnya, umat Muslim berhasil mematahkan usaha genosida.Dunia Barat baru melakukan intervensi setelah tampak jelas bahwa Muslim Bosnia akan meraih kemenangan.Mereka tidak bisa menerima berdirinya sebuah negera Islam di jantung Eropa, sehingga mereka pu mengitervensi. Ini buka semata-mata kesimpulan saya, tapi mantan Presiden Bill Clinton pun mengakuinya dalam autobiografinya.
Ketakuan terhadap Islam telah berkembang selama 10 tahun belakangan, sehingga darah saydara-saudara kami kini mengalir bagaikan sugau-sungai yang melintasi Chechnya, Kashmir, Palestina, Afganista, Irak, dan baru-baru ini kita semua menyaksikan apa yang terjadi di Lebanon. Saya pernah mendatangi banyak dari ladang-ladang pembantaian ini dan izinkan saya mengatakan kepada Anda bahwa tubu-tubuh rusah, meldak berkeping-keping dari saudara-saudara Muslim kami sama persis dengan tubuh-tubuh yang tersebar pada hari ini sangat jelas: darah Muslim adalah komoditas murah.
Sementara itu, puluhan ribu Muslim tak bersalah masih disiksa di tempat-tempat terpencil seperti Teluk Guantanamo, Bandara Bagram di Afganistan, Abu Gharib, Diego Garcia, dan penjara-penjara rahasia di berbagai penjuru dunia.
Sementara itu, di penjara-penjara bawah tanah di Suriah, Yordania,
Bahkan sampai sekarang, masih ada 9 warga negara Inggris yang ditahan di Guantanamo – orang-orang Amerika tidak menginginkan mereka, tapi pemerintah Inggris juga tidak mau menerima mereka. Meskipun Departemen Luar Negeri memberikan berbagai dalih, sebenarnya mereka hanya perlu menelepon untuk meminta pembebasan saudara kami itu. Dan jangan pikir hanya laki-laki yang disekap dan disiksa – Moazzam bisa mendengan jeritan seorang perempuan di sel penyiksaan di Afganistan tempat dia ditahan oleh Amerika.
Temuilah Moazzam Begg di stan Cage Prisoners hari ini dan tanyakan kepadanya, apa yang bisa Anda lakukan untuk membantu. Karena kita bisa membantu. Hampir tak ada tahanan yang dibebaskan berkat proses pengadilan, melalui tekanan politik … yaitu ketika pemerintah turut campur tangan.
Anda yang hadir hari ini bisa membuat perubahan. Jangan hanya duduk di sini dan memndam kegeramam – beraksilah. Tekanlah para politisi Anda dan ingatkan mereka bahwa Andalah tuan-tuan mereka.
Dalam surah Al-Áshr, Allah menyatakan bahwa seluruh umat manusia, termasuk Muslim, berada dalam kerugian; kecuali mereka yang BERIMAN, MELAKUKAN AMAL KEBAIKAN, dan SALING MENGINGATKAN TENTANG KEBENARAN DAN KESABARAN. Hanya dengan memenuhi 4 kriteria ini, kita akan dapat berjumpa dengan Tuhan. Namun, jika kita membenamkan kepala kita di pasir dan berpura-pura tidak ada peninjasan di dunia, dan penderitaan saudara-saudara kita itu tak berarti apa pun bagi kita, maka mungkin kita tidak akan bisa berjumpa dengan-Nya.
Bahkan Ken McDonald, jaksa di Inggris, merasa jijik dengan tindakan-tindakan pemerintah – ia menyerang dengandengan sengit apa yang disebut “pengadilan-pengadilan rahasia“.
Pengadilan-pengadilan itu mengadili tersangka terorisme yang tidak diizinkan melihat bukti-bukti yang memberatkan mereka. Itu sungguh suatu penghinaan terhadap keadilan.
Dalam sebuah wawancara eksklusif denga Islam Channel News, dia berkomentar: “Kita harus menegaskan bahwa prinsip-prinsip ini tidak bisa ditawar-tawar. Dalam tekanan politik apa pun, dalam iklim apa pun, prinsip-prinsip ini adalah hakikat dari keadilan: persidangan yang terbuka dan dilakukan di hadapan pengadilan yang independen dan netral.
“Kita tidak menginginkan pengadilan-pengadilan rahasia, kita tidak menginginkan hakim yang dipilih secara rahasia, kita tidak menginginkan keadilan rahasia. Pengadilan yang berimbang; fairness di antara penuntut dan pembela tidak bisa ditawar-tawar; hak mendapat keterangan lengakap tentang kasus yang dituduhkan Negara terhadap Anda tidak bisa ditawar-tawar.
“Pembela berhak mengetahui tuduhan yang dihadapinya, dan mereka berhak mendapatkan bahan-bahan yang dimiliki Negara, termasuk yang merugikan tuduhan Negara atau menguntungkan tertuduh. Hak naik banding tidak bisa ditawar-tawar.
”Dan asas praduga tak bersalah, standar pembuktian kejahatan – yang melampaui keraguan-keraguan yang masuk akal – dengan tanggung jawab pembuktian terletak di pundak Negara, tak satu pun dari prinsip-prinsip ini bisa ditawar-tawar.”
Dan tentu saja ia benar – tapi Tony Blair berkata bahwa Muslim harus berhenti memiliki mentalitas korban.Namun, kalau kepala kejaksaan saja mengeluh, tentu kami punya alas an kuat.
Coba bayangkan, apa tanggapan anak-anak muda Muslim atas semua ini? Mereka membaca kisa-kisah kepahlawanan Saladin Al-Ayyubi, Khalid bin Walid, Tariq bin Ziad, dan menyimak kisah-kisah keberanian dan keperwiraan Nabi Muhammad saw, yang amat kami cintai. Tahukan Anda, 5 tahun lalu, saya sama sekali tidak tahu siapa Nabi saw itu. Namun, sekarang saya bersedia mengorbankan tetes darah terakhir saya untuk membela nama, kehormatan dan kenangan tentang beliau. Bahkan setelah wafat, beliau menunjukkan dirinya mampu menyatukan Ummah dalam protes terhadap karikatur jahat dari
Pahlawan-pahlawan modern kami mencakup Malcolm X dan Syyid Qutb, yang tulisan keduanya membantu saya mendefinisikan diri sebagai Muslim.
Mereka menjadi semacam role model yang diikuti anak-anak muda kami. Namun, mereka malah menerima informasi-informasi yang simpang siur dan membingungkan. Blair mencoba melarang Milestones (Buki karangan Syyid Qutb) – ia diberi tau bahwa Usamah bin Ladin membaca buku itu … Well, Usamah juga membaca Shakespeare. Apakah kita juga harus melarang Tweifth Nightm Hamlet, dan karya-krya klasiknya yang lain? Satu menit, anak-anak muda kami diberi tahu untuk hanya takut kepada Alla SWT, tapi menit berikutnya, mereka diberi tahu untuk “melunakkan“ Islam mereka dan menunjukkan kepala dengan patuh.
Sejak peristiwa 11 September, diluncurkan kampanye gencar untuk mengubah Islam menjadi sesuatu yang lebih sesuai dengan menyuarakan Barat. Tujuannya adalah menciptakan sebuat Islam yang sekuler dan kultural yang rukun dengan dunia karena ia tunduk kepada penindas-penindasnya, bukannya kepada Allah; sebuah Islam tanpa jihad, syariah dan khilafah – hal-hal yang diperintahkan Allah kepada kami untuk menjalankannya, demi tegaknya din Allah di muka Bumi.
Dan upaya-upaya ini tampak di mana pun saya mengarahkan pandangan. Hijab direnggut dari kepala saudari-saudari kami di
Muslim yang memilih menjadi lebih kebarat-baratan ketimbang orang Barat sendiri membuat saya tertawa – tidak sadarkah mereka bahwa tampak konyol di mata dunia? Mereka bersembunyi di balik deskripsi-deskripsi semacam moderat – lagi-lagi, pesan apakah yang ingin disampakan kepada anak-anak muda kami? Jika kita meminta mereka untuk menjadi moderat, tidakkah itu menyiratkan bahwa ada sesuatu yang salah denga Islam yang perlu dilunakkan, dijinakkan?
Apa itu moderat dan apa itu ekstremis? Saya tidak tahu. Saya hanya seorang Muslim. Saya tidak mengikuti ulama atau aliran mana pun … saya hanya mengikuti Nabi saw. Dan Sunnahnya. Apakah itu membuat saya menjadi seorang ekstremis? Saya tidak yakin Tony Blair memahami dirinya sendiri – saya menulis
Islam telah diserang selama 1.400 tahun dan kami sekarang sudah belajar untuk hanya bergantung kepada Allah. Namun, masih ada Muslim yang mencium tangan yang menampar mereka. Saya khawatir bahwa kita tak lagi bisa memercayai seseorang hanya karena mengenakan bisana islami.
Hamba-hamba baru Dunia Barat menghujat partai-partai Islam dan pemerintah-pemerintah yang menerapkan syari’ah. Saya menyebut mereka “Penggembira“. Mereka diterbangkan pemerintah dari AS, Kanada, Yaman, dan
Salah satu panglima perang terbesar yang pernah dikenal dunia, Saladin Al-Ayyyubi, pembebas Al-Quds, pernah ditanya mengapa dia tak pernah tersenyum. Dia menjawab, bagaimana mungkin dia tersenyum padahal dia tahu Masjid Al-Aqsa masih diduduki? Saya bayangkan bagaimana tanggapannya terhadap situasi dunia sekarang? Saat ini para pemimpin Arab menari perut tanpa malu di hadapan Amerika sambil menyerahkan Irak di atas sebuah piring. Pemimpin-pemimpin Arab itu berpaling sementara Palestina yang jelita tak henti-hentinya diperkosa dan “putrid jelita” Arab lainnya, lebanon … kemanakah Dunia Arab ketika ia diserang dengan amat brutal?
Dan genderang perang kembali ditabuh. Bukan janya seluruh dunia menyaksikan, melainkan anak-anak kami, generasi muda kami, masa depan kami. Kita harus mendidik dan menginspirasi mereka dengan kisah-kisah Nabi dan para Sahabat. Selama Ummah memunculkan tokoh-tokoh seperti Khalid bin Walid, Saladin Al-Ayyubi, Sayyid Qutb, dan Malcolm X, kami tidak akan kalah. Semakin kami ditindas oleh para tiran, semakin sengit kami melawan. Inilah sifat Islam.
Dan inilah Islam yang perlu diikuti anak-anak muda kami, dengan bimbingan dan ispirasi. Kmi harus mengganti pemimpin-pemimpin yang mengebiri diri mereka sendiri dalam upaya menyedihkan untuk menjadi lebih Barat ketimbang bangsa Barat sendiri. Banyak anak muda Muslim sekarang menyadari bahwa tak peduli seberapa keras mereka mengompromikan din mereka untuk melebur ke dalam masyarakat yang lebih luas, ketika keadaan menjadi runyam, mereka akan diperlakukan dengan penuh kecurigaan. Semakin kami disuruh melupakan syari’ah, khilafah dan jihad, semakin Muslim akan membayar dengan darah untuk menegakkan nilai-nilai itu. Jihad yang kita saksikan di Palestina, Irak, Afghamistan, Kashmir, dan
Aksi para jihadis sama sekalitidak menimbulkan ancaman terhadap Barat atau
Semakin banyak anak muda Muslim menyadari bahwa bukan terorisme atau ekstremisme yang menjadi target, tetapi Islam sendirilah yang menjadi target.
Kini Ummah-lah yang harus memimpin dan menginspirasi generasi muda Muslim, seperti Nabi memimpin dan menginspirasi jutaan manusia dan akan terus demikian adannya. Dan pelajaran pertama yang harus kami sampaikan kepada generasi muda kami adalah takut kepada Allah SWT. (Althaf/s3nn4multiply)
source: arrahmah.com
Minggu, 25 Juli 2010
ENCOURAGEMENT
Copied by Syofian Hadi from his friend's facebook note.
-->
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.
Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana.
Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?” “Dari Indonesia,” jawab saya.Dia pun tersenyum.
Budaya Menghukum
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat. “Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,”lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai.Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!” Dia pun
melanjutkan argumentasinya.
“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman
drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafikgrafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah
ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.
Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.
Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu
menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.” Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia
pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
Melahirkan Kehebatan
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan
semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.
Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau
ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*)
RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana.
Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?” “Dari Indonesia,” jawab saya.Dia pun tersenyum.
Budaya Menghukum
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat. “Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,”lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai.Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!” Dia pun
melanjutkan argumentasinya.
“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman
drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafikgrafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah
ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.
Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.
Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu
menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.” Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia
pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
Melahirkan Kehebatan
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan
semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.
Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau
ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*)
RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
Langganan:
Postingan (Atom)