Rabu, 24 Juni 2009

Yayan, Imam, Eka, dan Aku

Written by Syofian Hadi

“Saya terima nikahnya dengan mas kawin tersebut tunai!”
Alhamdulillah, lega rasanya saat aku mendengar dan menyaksikan sahabatku, Yayan Candra, menuturkannya dengan jelas saat menikahi Syahmona Ratu Pesagi.
“Sah! Sah!” sahut para saksi nikah.
Tegang, haru, bahagia bercampur jadi satu. Subhanalloh, sangat khidmat sekali.

Setelah salah satu sahabatku yang lain, Eka Seprianto, menikah pada oktober tahun lalu, kini giliran Yayan Candra yang menyempurnakan setengah diennya pada hari minggu 21 Juni lalu di desa Jagang, Blambangan Pagar, Lampung Utara.
Dulu, semasa SMA, kami selalu kompak berempat; Aku, Eka, Yayan, Imam. Aku mengenal Eka dari kecil sebelum SD. Yayan adalah siswa dari Baradatu pertama yang aku kenal saat pertama kali menginjakkan kaki di kelas 1 SMA, teman sebangku. Sedangkan Imam, aku kenal dari Yayan. Umur kami tidak terpaut jauh, Eka 34 hari lebih tua dariku, Imam lebih muda 1,5 bulan dariku, dan Yayan lebih muda 2 bulan dariku. Kami semua Muslim. Aku keturunan Pariaman, Eka keturunan Cina-Solo, Yayan Semendo-Jember, dan Imam Lampung Way Kanan. Meskipun dulu kami berbeda kelas hingga ke kelas 3 dan masing-masing dari kami sudah punya ‘teman perempuan’ (katakanlah begitu), kami tetap kompak. Pernah kami berceloteh bahwa yang akan menikah pertama tampaknya adalah Eka, yang kedua aku, kemudian Yayan, dan yang terakhir adalah imam. Entah mengapa saat itu kami memprediksi seperti itu. Benar kini Eka yang pertama, tapi ternyata bukan aku setelah Eka, melainkan Yayan, hehe, salah, lucu juga kalau diingat-ingat betapa anehnya kami dulu. Kami sempat sok merasa tampan seolah-olah kami adalah F4 (ef se’), kemudian sempat juga membentuk Band, ‘Mars’. Huahahaha. Pernah juga menyukai perempuan yang sama, halah! Walau banyak bermain, kami juga tetap berprestasi di kelas masing-masing lho, kami juga les bahasa Inggris dan komputer bersama.

Hingga kami berpencar kuliah; aku di FKIP Unila, Imam di FP Unila, Eka di FE Unila, Yayan di Poltekes Kotabumi, kami tetap kompak, meskipun kami telah mempunyai teman-teman baru dan memiliki prinsip dan sikap yang berbeda dalam memandang hidup dan pacaran, kami tetap kompak. Sesekali kami sempatkan untuk berkumpul, entah itu di Bandar Lampung, Bukit Kemuning, atau Baradatu. Apalagi masing-masing sudah punya handphone, tinggal kirim sms saja.

Aku sangat terharu, bukan sedih karena khawatir kami tidak bisa berkumpul lagi setelah mereka menikah karena kami yakin persahabatan kami tulus, insya Alloh akan tetap terjalin selalu, melainkan karena aku bangga dengan mereka yang yakin akan segala janji Alloh bagi meraka yang menikah. Sebentar lagi kami punya keponakan, Eka kini sedang menanti kelahiran buah hati. Aku? Sabar dhi.. Siapkan segalanya, terus berdoa. Alloh pasti sudah menyiapkan jika kau siap.

Yayan, Eka, Arianto sudah. Imam, Nurhadi, Wisnu, Sugeng, Agus, kita kapan? Tenang teman, masih banyak yang belum kok. Tapi kita harus tetap berlomba-lomba lho, menikah ’kan ibadah. Terus memperbaiki diri dan ikhtiar. Ketika menemukan yang baik tidak usah mengutamakan orang lain. Wah, aku pinter ya? Bukan, aku terinspirasi kata-kata Anna Althafunnisa kepada Cut Mala di Novel KCB, hehehehe.

My Brothers, I’ll never be able to forget every moment ever made together. Thanks a lot for sincere friendship you given to me!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda. Tolong tinggalkan alamat e-mail, blog atau website Anda.