Copied by Syofian Hadi from Ust. Ahmad Sarwat's facebook
Banyak orang berdebat tentang ada tidaknya bid'ah hasanah itu. Dan
biasanya mereka terjebak dengan pengertian kata 'kullu bid'atin'. Apakah
kata kullu itu artinya semua tanpa ada pengecualian, ataukah masih ada
yang dikecualikan. Dan perdebatannya kadang ke level saling caci maki
dan penghinaan, bahkan kadang anggota kebun binatang pun ikut-ikutan
diabsen.
Sebenarnya perbedaan tentang adakah bid'ah hasanah itu bukan hal
yang aneh. Biasa-biasa saja, tidak perlu harus sampai ribut dan keluar
sifat kotor dan akhlaq yang kurang simpatik.
Kalau kita kembali melihat ke zaman salafunas-shalih, baik ulama
yang mendukung adanya bid'ah hasanah atau yang tidak mendukung, ternyata
kedua kubu tetap kompak dan damai-damai saja.
Kita tidak pernah mendengar Imam As-Syafi'i dicaci maki oleh Imam
Abu Hanifah gara-gara beliau melakukan qunut pada shalat shubuh. Padahal
Mazhab Hanafi tegas menyebutkan qunut shubuh itu bid'ah. Namun kita
tidak pernah mendengar ulama mazhab Hanafi mentahdzir ulama mazhab
Syafi'i, begitu juga sebaliknya.
Lalu apa urusan kita saling mentahdzir saudara sendiri? Apakah kita
sudah jadi ulama yang sesungguhnya? Dimana posisi kita dari mereka?
Juga belum pernah ada satu pun ulama dari mazhab Hanafi yang bilang
bahwa orang yang bermazhab syafi'i pasti masuk neraka, hanya gara-gara
menjalankan bid'ah. Mazhab Hanafi hanya menyebut qunut shubuh itu
bid'ah, dan bukan bid'ah hasanah.
Ulama mazhab Syafi'i pun tidak pernah mencaci para ulama mazhab
Hanafi yang menikahkan janda tanpa orang tua mereka. Tidak ada kalimat
yang merendahkan martabat keluar dari mulut suci para ulama di masa
salaf itu.
Kata-kata yang kotor dan keji dalam bicara tentang bid'ah ini hanya
terjadi di zaman 'salah' sekarang ini, dimana orang yang bukan ulama,
tiba-tiba merasa sudah menjadi ulama besar, dan merasa berhak mencaci
maki para ulama mulia di masa salaf.
Sayang sekali, apa yang disebut sebagai ilmu ternyata hanya sekedar
caci maki kepada saudara seislam, bahkan caci maki kepada para ulama.
Saya memandang lebih baik diam dan tinggalkan arena perdebatan yang
hanya mendambah dosa dan menghilangkan pahala.
Naudzu billah ighfir lana ya rabb. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda. Tolong tinggalkan alamat e-mail, blog atau website Anda.